“Misteri Prasasti Jiyu I 1486 M: Jejak Terakhir Kejayaan Majapahit di Trailokyapuri” Temukan kisah megah di balik Prasasti Jiyu 1486 M, warisan sejarah dari Ratu Daha Dyah Suragharini — ibu Raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Dalam prasasti ini tercatat pemberian tanah suci untuk pembangunan asrama spiritual Trailokyapuri. Inilah jejak penting menjelang senjakala Majapahit yang sarat makna politik, budaya, dan keagamaan.
Telusuri kisah menakjubkan dari Prasasti Jiyu I tahun 1486 M, peninggalan bersejarah dari Raja Majapahit terakhir, Dyah Ranawijaya. Ditemukan di Trailokyapuri (Jiyu, Mojokerto), prasasti ini menyimpan bukti keberadaan Brahmaraja Ganggadara dan sisa kejayaan Majapahit Timur setelah Perang Paregreg. Apa makna di balik gelar agung dan lokasi spiritual ini?
Paduka Bhattara ring Daha Tanjungpura Manggala Wardhani Dyah Suragarini Bhre Tanjungpura Putri Junjung Buih/Putri Ratna Janggala Kadiri putri Bhre Tumapel anak Raden Gagak Sali Wikramawardhana Bhra Hyang Wisesa Aji Wikramawardhana Bhre Mataram putra Rajasaduhiteswari Dyah Nertaja yang merupakan adik kandung Prabu Hayam Wuruk.

Dokumen dari Repositori Kemdikbud berjudul “Hikayat Banjar dan Sejarah Kalimantan” karya R. Ras ini memuat informasi penting mengenai Putri Junjung Buih, termasuk kaitannya dengan kerajaan Majapahit dan kerajaan-kerajaan di Kalimantan Selatan.
Ringkasan Temuan Terkait:
📜 Putri Junjung Buih
- Sosok legendaris dalam Hikayat Banjar, disebut muncul dari buih sungai ketika Patih Lambung Mangkurat melakukan tapa (balampah).
- Diangkat sebagai Raja Putri pertama di Negara Dipa.
- Kemudian dinikahkan dengan Pangeran Suryanata, yang dalam versi lokal diyakini berasal dari kerajaan Majapahit, memperkuat hubungan Jawa-Kalimantan.
- Dinilai sebagai leluhur penting raja-raja di Kalimantan Selatan, termasuk Kesultanan Banjar, Negara Daha, dan Kotawaringin.
👑 Hubungan dengan Majapahit
- Versi sejarah lokal dan sastra mengidentifikasi Pangeran Suryanata sebagai bangsawan Majapahit, yang kemudian menjadi suami Putri Junjung Buih.
- Identifikasi ini berkaitan erat dengan figur Manggalawardhani Dyah Suragharini, Bhre Tanjungpura, permaisuri dari Dyah Wijayakumara (Sang Sinagara).
- Ada dugaan bahwa Putri Junjung Buih merupakan nama gelar lokal bagi Manggalawardhani Dyah Suragharini, karena memiliki kedudukan di Tanjungpura (yang hari ini ada di Kalimantan Barat), serta jejak peninggalan dan penghormatan kepada beliau di prasasti Jiyu I/Trailokyapuri 1486 M.
PRASASTI JIYU I / TRAILOKYAPURI (1486 M)

🏯 Konteks Sejarah
- Tahun Penerbitan: 1408 Saka / 1486 Masehi
- Raja yang Menganugerahkan: Sri Maharaja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya
- Nama Lain: Prasasti Trailokyapuri
- Dikeluarkan untuk: Sri Brahmaraja Ganggadara, mahadwija (brahmana agung)
- Alasan: Sebagai bentuk penghargaan karena telah memimpin upacara Sraddha 12 tahun wafatnya Sang Mokta ring Indrabawana.
🧕🏻 Siapakah Sang Mokta ring Indrabawana?
- Nama: Bhre Daha Manggalawardhani Dyah Suragharini
- Kedudukan:
- Mantan permaisuri Sang Sinagara rajasa wardhana
- Putri bangsawan Majapahit: Bhre Tanjungpura
- Setelah wafatnya Bhre Daha Jayawardhani Dyah Jayeswari, menjabat Bhre Daha
- Hubungan: Ibu kandung dari Dyah Ranawijaya, raja terakhir Majapahit.
📜 Isi Prasasti
swasti cri cakarawarsatita 1408 kartikamasa titi pratipadakrsna paksa, wu, cu, wara, kalawu, agneyastha, graham cara, rohininaksatra, prajapati dewata, parigha yoga, wresabkaraci. irika diwacanyajna paduka cri maharaja cri wilwatiktapura janggala kadiri prabhu natha cri girindrawarddhana nama dyah ranawijaya, bhatara [ku] monang lampahikang dwadacawarsa craddrasampurnnanira sang mokta ring indrabhawana, ring cri mahadwijacresta, bharadhuwajasutra, apasthambhasutra, caturwwedaparaga, sarwwacastra samapta, paduka cri brahmaraja ganggadhara. ya ta sinung bhumudana ring trailokyapuri, sahampihanya ring talasan nanging janggada ring pung batu catusimanya, sakendeng sengkernya, sa bhuktinya sadrwya hajinya hanutu sarasaning pracasti ring trailokyapuri wnanga sakalwiranya luputa saprakara denika sima sajero parimana tugu sakalwiranya sawah walirang Sawah pengampulan pada marika wlah 15…
TERJEMAHANNYA:
Selamatlah! Pada tahun saka 1408 bulan Kartika kresnapaksa hari wurukung Jumat umanis wuku Kulawu bintang berkilau di timurlaut perumahan bulan rohini dibawah lindungan dewara pardjapati joga pariga tanda bintang banteng.Pada waktu itulah turun perintah sri maharaja keraton Majapahit Jenggala Kadiri sri baginda Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, setelah upacara sraddha 12 tahun memperingati wafatnya sang mokta ring indrabawana [ratu Daha Manggalawardhani dyah Suragharini] kepada sri mahadwija sri paduka Brahmaraja Ganggadara. yang putus dalam kitab sutra Bharadwwadja dan Apastambha, serta kitab Weda yang empat [caturweda], serta putus dalam segala kitab sastra. Karena itu beliau [Sri Brahmaraja Ganggadara] mendapat anugerah tanah untuk pembangunan Trailokyapuri bersama tanah di Talasan, selanjutnya ditambah tanah kosong di Pung dengan batu prasasti tanah perdikan itu, dengan dataran dan lereng bukitnya, disertai kekuasaan yang sempurna atasnya dengan segala beban atasnya ditambah segala hak utama seperti ditetapkan dalam piagan Terailokyapuri, yaitu segala macam hak pelungguhan dan segala macam kebebasan. Adapun kedudukan tanah perdikan berlaku pula bagi seluruh pengluasan perwatasan meliputi segala macam tanah yaitu sawah di pelerengan gunung Welirang di Pengampulan yang semunya luasnya 15 tengahan tampah..

🗓️ Kronologi
- Tanggal: Jumat, Umanis, Wuku Kulawu, bulan Kartika, paruh gelap (kresna paksa)
- Tahun Saka: 1408 (1486 M)
👑 Perintah Raja
Raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya mengeluarkan perintah resmi memberi anugerah kepada Sri Brahmaraja Ganggadara karena telah berhasil:
- Memimpin upacara sraddha 12 tahun untuk mendiang ibunda raja (Dyah Suragharini).
- Diakui sebagai pandita agung, ahli kitab suci (Bharadwaja, Apastamba), serta catur weda dan seluruh cabang sastra suci Hindu.
🎁 Bentuk Anugerah
- Tanah perdikan (bebas pajak) untuk membangun asrama Trailokyapuri
- Wilayahnya meliputi:
- Talasan
- Pung
- Batu, termasuk batas-batas (catusima), dataran, lereng bukit, sawah di lereng Gunung Welirang, wilayah Pengampulan.
- Diberikan kekuasaan penuh (hak istimewa):
Hak pelungguhan (kekuasaan yuridis dan administratif), hak pungutan hasil bumi, dan hak atas perluasan batas.

🌟 Makna Historis
- Prasasti ini menunjukkan:
- Kekuatan peran perempuan bangsawan seperti Dyah Suragharini yang menjadi tokoh spiritual dan politik penting.
- Kekuatan sistem religi Hindu di akhir Majapahit: upacara sraddha, caturweda, tanah perdikan, asrama spiritual.
- Eksistensi Trailokyapuri sebagai pusat spiritual dan penghormatan kepada leluhur kerajaan.
- Peran penting para brahmana, khususnya Brahmaraja Ganggadara, sebagai tokoh spiritual kerajaan.
📚 Referensi Penting
- Yamin, Mohammad. Tatanegara Majapahit, Parwa 1–2. Yayasan Prapantja, 1962.
- Prasasti Jiyu I (berbahasa Sansekerta-Kawi)
- Hikayat Banjar (identifikasi Putri Junjung Buih dengan Bhre Tanjungpura)

- Dikeluarkan oleh Sri Maharaja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya sebagai penghormatan 12 tahun wafat ibunya, yaitu Bhre Daha Manggalawardhani Dyah Suragharini.
- Memberi anugerah tanah perdikan kepada Sri Brahmaraja Ganggadara untuk pembangunan asrama Trailokyapuri.
- Menunjukkan bahwa Bhre Daha adalah tokoh penting spiritual dan kerajaan pada masa itu, memperkuat posisi elite kebangsawanan wanita dalam sistem Majapahit.

Berikut adalah penjabaran lengkap mengenai Paduka Bhattara ring Daha Tanjungpura Manggala Wardhani Dyah Suragarini Bhre Tanjungpura Putri Junjung Buih/Putri Ratna Janggala Kadiri, yang juga dikenal sebagai Putri Junjung Buih atau Putri Ratna Janggala Kadiri, berdasarkan berbagai sumber sejarah, legenda, dan prasasti, termasuk Hikayat Banjar dan Prasasti Jiyu I (1486 M):
IDENTITAS SEJARAH
- Nama lengkap: Paduka Bhattara ring Daha Tanjungpura Manggala Wardhani Dyah Suragarini Bhre Tanjungpura Putri Junjung Buih/Putri Ratna Janggala Kadiri
- Gelar: Bhre Tanjungpura / Bhre Daha VII / Maharatu Negara Dipa III / Putri Junjung Buih
- Asal: Majapahit – Kalimantan
- Keturunan:
- Ayah: Bhre Tumapel II Manggalawardhana
- Ibu: Bhre Lasem V Dewi Kasumasari
- Saudara: Raden Jayeshwara/ Bhre Keling I, Wijayendhudewi Dyah Wijayadhuhita / Bhre Jagaraga,Dyah Sureswari / Bhre Pajang III.
- Lahir: Tidak diketahui
- Wafat: 1474 M, dimakamkan di Tanjungpura, Ketapang, Kalimantan Barat
🏯 KARIER POLITIK & KERAJAAN
- Bhre Tanjungpura (1429–1466 M)
- Menguasai daerah Kalimantan Barat (wilayah pengaruh Majapahit di seberang laut).
- Bhre Daha VII (1464–1474 M)
- Menggantikan Bhre Daha Jayawardhani Dyah Jayeswari.
- Maharatu Negara Dipa III (1460–1470 M)
- Menjadi ratu di Negara Dipa, Kalimantan Selatan, menghubungkan legenda Banjar.
🤝 PERNIKAHAN & ALIANSI
- Suami Pertama: Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa /Pangeran Suryanata/Raden Suryacipta Bhre Paguhan III
- → Tidak memiliki keturunan. Pangeran Suryanata dikenal dalam Hikayat Banjar sebagai menantu Patih Lambung Mangkurat.
- Suami Kedua: Bhre Pandansalas / Dyah Suraprabhawa (Bhre Tumapel Singhawikramawardhana )
- Suami Ketiga: Rajasawardhana Dyah Wijayakumara Sang Sinagara (Bhre Pamotan I/Bhre Keling II/Bhre Kahuripan VI).
- → Melahirkan keturunan raja-raja akhir Majapahit, termasuk Dyah Ranawijaya (Bhre Kertabhumi), raja terakhir Majapahit.
👑 KETURUNAN
Dari pernikahannya dengan Brawijaya II, ia melahirkan tujuh anak:
- Raden Wijayaparakrama Dyah Samarawijaya / Bhre Matahun III
- Pangeran Suryaganggawangsa
- Girindrawardhana Dyah Wijayakarana (Bhre Keling III)
- Singawardhana Dyah Wijayakusuma (Bhre Pamotan II)
- Dyah Ranawijaya (Bhre Kertabhumi / raja terakhir Majapahit)
- Pangeran Suryawangsa
- Pangeran Aria Dewangsa (Bhre Tanjungpura II)
📜 PRASASTI JIYU I / TRAILOKYAPURI (1486 M)
Prasasti ini memperingati 12 tahun wafatnya Bhre Daha Dyah Suragharini (mokta ring Indrabuwana), menunjukkan kedudukannya yang tinggi. Putranya, Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, memberikan anugerah tanah kepada Sri Brahmaraja Ganggadara, pendeta agung yang memimpin upacara sraddha. Prasasti ini menegaskan bahwa:
- Ia adalah ibu dari Raja Majapahit terakhir.
- Ia dimuliakan sebagai sosok agung dalam kematian.
- Trailokyapuri didirikan sebagai pusat spiritual untuk mengenang jasa-jasanya.
🌀 LEGENDA PUTRI JUNJUNG BUIH (HIKAYAT BANJAR)
- Asal-usul mitos: Ditemukan dalam buih sungai oleh Patih Lambung Mangkurat saat balampah (bertapa).
- Dipercaya sebagai putri gaib dari Ngabehi Hileer dan dewa air.
- Menjadi ratu Negara Dipa dan menikah dengan Pangeran Suryanata dari Majapahit (identik dengan Bhre Paguhan).
- Anak keturunannya menjadi raja-raja Banjar, Negara Daha, dan Kotawaringin.
Legenda ini menyimbolkan pernikahan antara kekuasaan lokal (banua) dan pengaruh Majapahit, memperkuat kekuasaan melalui legitimasi spiritual dan mitos.
✨ INTERPRETASI SIMBOLIK
- Junjung Buih melambangkan spiritualitas air, kesucian, dan penerimaan ilahi.
- Perpaduan Jawa-Kalimantan dalam dirinya menunjukkan strategi Majapahit menyatukan Nusantara.
- Ia menjadi figur ibu kerajaan yang agung dan penghubung kekuasaan dunia dan alam halus.

Berdasarkan Nagarakretagama (karya Mpu Prapanca, ditulis pada tahun 1365), Kusumawardhani memang disebut sebagai putri dari Hayam Wuruk dan permaisuri Sri Sudewi (juga dikenal sebagai Paduka Sori). Ia kemudian menikah dengan Raden Gagak Sali, yang bergelar Wikramawardhana, seorang pangeran dari keluarga raja yang juga dikenal sebagai Bhre Tumapel, dan kemudian menjadi Bhre Mataram.

Beberapa poin penting:
- Hayam Wuruk lahir tahun 1334, dan ketika Nagarakretagama ditulis (1365), usianya sekitar 31 tahun.
- Sementara itu, Kusumawardhani dan Bhre Tumapel Raden Gagak Sali Wikramawardhana Bhra Hyang Wisesa Aji Wikramawardhana Bhre Mataram disebut sudah menikah. Ini menunjukkan bahwa pernikahan keduanya terjadi ketika mereka masih sangat muda, kemungkinan karena perjodohan politik keluarga.
- Bhre Tumapel Raden Gagak Sali Wikramawardhana Bhra Hyang Wisesa Aji Wikramawardhana Bhre Mataram sendiri adalah keponakan Hayam Wuruk dari garis saudara perempuan, menjadikan ia sepupu Kusumawardhani.
- Perjodohan antar kerabat dalam keluarga raja merupakan hal lumrah dalam sistem kerajaan Majapahit, untuk menjaga kemurnian garis darah dan kestabilan politik dinasti.
Menurut Pararaton:
Wikramawardhana Bhra Hyang Wisesa Aji Wikramawardhana Bhre Mataram Bhre Tumapel Raden Gagak Sali | |
---|---|
Berkuasa | (1389-1400, 1406-1429) |
Pendahulu | Sri Rajanasanagara Dyah Hayam Wuruk mempunyai anak Kusumawardhani Bhre Kabalan Bhre Lasem Sang Ahayu , dan Pangeran Wirabhumi |
Penerus | Suhita |
Bhre Mataram | |
Berkuasa | ? – 1389 |
Kelahiran | Raden Gagak Sali |
Kematian | 1429 |
Pasangan | Kusumawardhani Bhre Kabalan Bhre Lasem Sang Ahayu putri Sri Sudewi dengan Sri Rajanasanagara Dyah Hayam Wuruk |
Keturunan | 1.Bhra Hyang Wekas ing Sukha 2.Bhre Tumapel mempunyai anak Paduka Bhattara ring Daha Tanjungpura Manggala Wardhani Dyah Suragarini Bhre Tanjungpura Putri Junjung Buih/Putri Ratna Janggala Kadiri adalah mantan permaisuri Sang Sinagara rajasa wardhana yang wafat pada tahun 1474M. Sebelum Menjadi permaisuri rajasa wardhana, Manggalawardhani Dyah Suragharini sempat menikah dengan Bhre Paguhan(III), namun menurut pararton mereka tidak memiliki keturunan. Dari Sang Sinagara rajasa wardhana dengan Paduka Bhattara ring Daha Tanjungpura Manggala Wardhani Dyah Suragarini Bhre Tanjungpura Putri Junjung Buih/Putri Ratna Janggala Kadiri menurunkan empat keturunan, yang pertama menjadi penerus bhree kahuripan terakhir, bhree mataram lima, bhree pamotan tiga, (III) dan bhree Majapahit terakhir atau yang di kenal dengan Brawijaya. Paduka Bhattara ring Daha Tanjungpura Manggala Wardhani Dyah Suragarini Bhre Tanjungpura Putri Junjung Buih/Putri Ratna Janggala Kadiri yang berkuasa 1429-1464, dia menantu Bhre Tumapel III Kertawijaya.buku berjudul “ sabdo palon” yang di tulis oleh damar sasongko , dalanm buku tersebut di sebutkan bahwa “Manggalawardhani Dyah Suragharini” memegang kerajaan tanjung pura yang juga bergelar putri junjung buih. 3.Prabu Sri Dyah Suhita 4.Dyah Kertawijaya / Wijayaparakrama Wardhana Sri Maharaja Wijayaparakramawardhana keturunan nya a.Rajasawardhana Dyah Wijayakumara Bhre Kahuripan Sang Sināgara Keturunan Dyah Samarawijaya Bhre Kahuripan, Bhre Lasem, Dyah Wijayakusuma Bhre Mataram,Bhre Pamotan, Dyah Angkawijaya Raden Alit Raden Angkawijaya,Raden Kertojoyo,Prabu BrawijayaV b.Bhra Hyang Purwawisesa Bhre Wengker Girishawardhana Dyah Suryawikrama Pada tahun 1466, Bhra Hyang Purwawisesa meninggal c.Singhawikramawardhana Dyah Suraprabhawa Bhre Pandansalas (Ayah Dari Girindhrawardhana Dyah Ranawijaya ) |
Wangsa | Rajasa |
Ayah | Singhawardhana |
Ibu | Rajasaduhiteswari |

Setelah wafatnya Hayam Wuruk (sekitar tahun 1389), Kusumawardhani Bhre Kabalan Bhre Lasem Sang Ahayu naik tahta dengan suaminya bernama Wikramawardhana Bhra Hyang Wisesa Aji Wikramawardhana Bhre Mataram Bhre Tumapel Raden Gagak Sali naik takhta menjadi raja Majapahit berikutnya , dan Kusumawardhani sebagai permaisurinya. Pemerintahan mereka diwarnai oleh konflik Perang Paregreg (1404–1406), yaitu perang saudara antara Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi, yang juga mengklaim takhta Majapahit.
🔸 Latar Belakang Perang Paregreg
Setelah Raja Hayam Wuruk wafat tahun 1389, terjadi perebutan kekuasaan di antara ahli warisnya:
- Wikramawardhana (suami Kusumawardhani, putri sah Hayam Wuruk) naik takhta menggantikan mertuanya.
- Namun, Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selir (Sri Banowati), menolak mengakui kekuasaan Wikramawardhana secara mutlak. Ia menguasai wilayah Majapahit Timur (Blambangan), menjadikan istananya sebagai kekuasaan tandingan.
Ketegangan meningkat, apalagi setelah wafatnya Kusumawardhani dan Nagarawardhani (putri Rajadewi Mahadewi) pada tahun 1400. Posisi Bhre Lasem yang kosong memicu perebutan pengaruh. Wikramawardhana mengangkat menantunya, istri Bhre Tumapel, sebagai Bhre Lasem yang baru, yang ditentang oleh faksi Bhre Wirabhumi.
🔸 Perang Paregreg (1404–1406)
Perang ini merupakan puncak dari konflik sipil di Majapahit, yang dikenal sebagai Perang Paregreg (“perang saudara”):
- Wikramawardhana memimpin Majapahit Barat, yang didukung oleh sebagian besar Bhre (para adipati, bangsawan daerah).
- Bhre Wirabhumi memimpin Majapahit Timur, dengan pusat di Blambangan.
Perang ini berlangsung selama dua tahun dan mengakibatkan kerusakan besar pada stabilitas politik dan ekonomi Majapahit.
🔸 Akhir Perang dan Kematian Bhre Wirabhumi
Pada tahun 1406, pasukan Bhre Wirabhumi mengalami kekalahan. Ia mencoba melarikan diri, tetapi kemudian ditangkap oleh Bhre Narapati (Ratu Anggaphaya).
- Bhre Narapati adalah salah satu tokoh penting dari faksi Wikramawardhana.
- Bhre Wirabhumi dipenggal, dan kepalanya dibawa ke istana Majapahit sebagai simbol berakhirnya pemberontakan.
Namun, kematian Bhre Wirabhumi menimbulkan kesan buruk di mata Dinasti Ming, karena beliau sebelumnya memiliki hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Dinasti Ming menuntut keadilan atas kematiannya, menyebabkan Wikramawardhana harus membayar denda dan mengirim upeti sebagai permintaan maaf kepada Kaisar Tiongkok.
🔸 Dampak Perang Paregreg
- Melemahkan kekuatan dan persatuan Majapahit.
- Membuka peluang pemberontakan daerah dan pelepasan wilayah kekuasaan.
- Menandai awal kemunduran Majapahit secara politik, meski budaya dan pengaruhnya tetap besar.
🔶 RAJASAWARDHANA DYAH WIJAYAKUMARA / BHRE KAHURIPAN RAJASAWARDHANA SANG SINAGARA
- Asal-usul: Putra Kertawijaya Brawijaya I dan Jayawardhani Dyah Jayeswari (Bhre Daha).
- Istri: Manggalawardhani Bhre Tanjungpura (putri Bhre Tumapel II).
- Anak-anak:
- Dyah Samarawijaya (Bhre Kahuripan)
- Dyah Wijayakarana / Wijayakusuma (Bhre Mataram)
- Bhre Pamotan
- Bhre Kertabhumi (Brawijaya V)
🔶 Bhre Kertabhumi (Brawijaya V)
- Nama-nama Lain: Raden Alit, Raden Angkawijaya, Raden Kertojoyo, Prabu Brawijaya.
- Gelar: Raja Majapahit terakhir (berkuasa ±1468–1478).
- Asal-usul: Anak bungsu Rajasawardhana dan Bhre Tanjungpura.
- Perebutan Kekuasaan:
- Mengalahkan pamannya, Suraprabhawa.
- Disebut pernah menjabat Bhre Pamotan, Bhre Keling, dan Bhre Kahuripan sebelum naik takhta.
- Meninggal: Tahun 1478, dalam konflik melawan Dyah Ranawijaya (Perang Paregreg II).
🔶 Tanjungpura sebagai Wilayah Strategis Majapahit
- Asal-usul Nama: Dari “Bakula” (Sansakerta: pohon tanjung / Mimusops elengi), menjadi “Tanjungpura”.
- Pentingnya Wilayah:
- Sebagai provinsi (kadipaten) Majapahit.
- Basis Majapahit di Kalimantan dalam ekspansi maritim.
- Keturunan Kerajaan:
- Tersebar ke Mempawah, Pontianak, Sukadana.
- Beberapa melepas gelar bangsawan.
🔶 Perpindahan Pusat Majapahit
- Dari Mojokerto (oleh Bhre Kertabhumi) ke Kediri (oleh Dyah Ranawijaya), menandai periode kemunduran dan pecahnya Majapahit secara politik.
🔶 Catatan Penting dari Prasasti dan Karya Sastra:
Sumber | Isi Pokok |
---|---|
Prasasti Waringin Pitu (1447) | Menyebut Dyah Wijayakumara (putra Kertawijaya) dan istrinya Bhre Tanjungpura |
Pararaton | Menyebut Rajasawardhana sebagai Bhre Kahuripan dan ayah Bhre Kertabhumi |
Nagarakretagama | Menyebut Rajasawardhana kedua sebagai Bhre Matahun, suami Bhre Lasem |
Babad Tanah Jawi & Serat Pararaton | Menyebut perebutan takhta, peran Bhre Kertabhumi, dan konflik dengan Bhre Wengker |
Kronik Sam Poo Kong | Mencatat kunjungan dan utusan Majapahit ke Tiongkok masa Rajasawardhana (1452) |
Serat Kanda & Pranitiradya | Menyebut Bhre Kertabhumi sebagai pemegang kekuasaan spiritual dan politik terakhir Majapahit |
Prabu Sri Suhita (Memerintah 1429–1447)
🧬 Silsilah dan Latar Belakang
- Ayah: Prabu Wikramawardhana
- Ibu: Bhre Daha (putri Bhre Wirabhumi, penguasa Majapahit Timur)
- Dengan demikian, Suhita adalah cucu dari Hayam Wuruk melalui kedua garis orang tuanya (baik dari Wikramawardhana maupun Bhre Wirabhumi), memperkuat legitimasinya di tengah konflik keluarga kerajaan.
💍 Pernikahan dan Politik Dinasti
- Menikah dengan Aji Ratnapangkaja (gelar Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja), yang juga anggota keluarga kerajaan dari jalur Surawardhani (adik Wikramawardhana).
- Pernikahan ini merekatkan kekuatan antara dua garis keluarga besar Majapahit.
⚔️ Pemerintahan dan Balas Dendam Politik
📜 Perang Paregreg dan Balasan Suhita
- Perang Paregreg (1404–1406) berakhir dengan kekalahan Bhre Wirabhumi dan eksekusinya oleh Raden Gajah (juga dikenal sebagai Bhre Narapati, penguasa Djinggan).
- Pada masa pemerintahan Suhita, sekitar tahun 1433, ia menghukum mati Raden Gajah sebagai bentuk balas dendam atas kematian kakeknya, Bhre Wirabhumi.
- Ini menunjukkan bahwa Suhita memiliki posisi tegas dan penuh perhitungan dalam urusan politik dan keluarga, sekaligus mencerminkan konsep karma dan keadilan dalam tatanan kerajaan Majapahit.
🏯 Hubungan Diplomatik
- Menurut kronik Tiongkok (Kuil Sam Po Kong), Suhita disebut sebagai Su King Ta, yang memberikan gelar A-lu-ya kepada Gan Eng Cu, pemimpin komunitas Tionghoa di Tuban. Ini menunjukkan:
- Majapahit tetap menjalin hubungan multikultural dan perdagangan yang kuat.
- Suhita dikenal di luar negeri sebagai ratu yang aktif dalam urusan diplomasi.
🔚 Akhir Hayat dan Suksesi
- Ratnapangkaja wafat pada 1437.
- Suhita wafat tahun 1447, tanpa meninggalkan keturunan.
- Ia digantikan oleh adik laki-lakinya, Dyah Kertawijaya, yang menjadi Raja Majapahit selanjutnya.
- Makam Suhita dan suaminya diyakini berada di Singhajaya, yang kini diidentifikasi sebagai situs Reco Guru / Reco Manten, Tulungagung.
📌 Poin-poin Kunci untuk Ditandai
Aspek | Fakta |
---|---|
Nama Lengkap | Prabu Sri Suhita |
Pemerintahan | 1429–1447 |
Suami | Aji Ratnapangkaja (Bhre Kahuripan) |
Balas Dendam | Hukum mati Raden Gajah (1433) |
Julukan di Tiongkok | Su King Ta |
Makam | Singhajaya (Tulungagung) |
Penerus | Dyah Kertawijaya (adik kandung) |