Undangan haul ke-168 tahun wafatnya Sultan Adam Al Watsiq Billah (wafat 1 November 1857), kakek dari Sultan Wirakusuma II Al Watsiq Billah. Berikut contoh redaksinya:


UNDANGAN

Haul Ke-168 Tahun Wafat Sultan Adam Al Watsiq Billah

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dengan hormat, kami mengundang Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk berhadir pada:

📅 Hari/Tanggal : Sabtu, 1 November 2025 / 10 Rabiul Akhir 1447 H
🕗 Waktu : Ba’da Isya (20.00 WITA)
📍 Tempat : Kubah Sultan Adam Al Watsiq Billah
Jl. Sultan Adam, Kel. Jawa, Martapura

Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Haul Ke-168 Wafatnya Sultan Adam Al Watsiq Billah (w. 1857), seorang Sultan Banjar dan pemimpin besar, kakek dari Sultan Wirakusuma II Al Watsiq Billah.

Kehadiran dan doa Bapak/Ibu/Saudara(i) sangat kami harapkan demi keberkahan bersama. Semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang berlipat ganda.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Mengetahui,
Ketua Yayasan Sultan Adam
KH. Gt. WARDIANSYAH

Panitia Pelaksana Haul Ke-168
Ketua: GUSTI ANDI R.
Sekretaris: GUSTI SAPUTRA ALI


Cerita tentang singgasana tahta emas Kesultanan Banjar memang kerap muncul dalam sejarah lisan keluarga bangsawan Banjar. Memang benar, Sultan Adam Al Watsiq Billah (w. 1857) adalah salah satu sultan besar Banjar, dan keturunannya masih banyak yang ada sampai sekarang.

Namun, terkait dengan tahta emas atau benda pusaka kerajaan yang diduga dirampas dan disimpan di museum, ada beberapa hal penting:

  1. Status Benda Pusaka
    • Banyak benda pusaka kerajaan (termasuk Banjar, Mataram, Bugis, dan lainnya) yang pada masa kolonial Belanda memang diambil alih, dibawa ke Batavia (kini Jakarta), bahkan sebagian dikirim ke Belanda.
    • Saat ini, sebagian koleksi peninggalan kerajaan tersimpan di museum negara, misalnya Museum Nasional (dulu disebut Museum Gajah) di Jakarta.
  2. Hak Keturunan
    • Secara hukum, benda yang sudah masuk ke koleksi negara dianggap barang milik negara dan dikelola oleh negara untuk kepentingan publik, penelitian, dan pelestarian sejarah.
    • Keturunan kerajaan memiliki hak moral dan sejarah, tetapi untuk mengklaim kembali secara pribadi (dikembalikan sebagai milik keluarga) biasanya sulit, kecuali melalui jalur hukum dan politik dengan bukti kuat.
  3. Pengembalian Warisan Budaya
    • Di tingkat internasional, ada banyak kasus permintaan pengembalian benda pusaka dari Belanda ke Indonesia, atau dari museum dunia ke negara asalnya.
    • Untuk kasus di dalam negeri, biasanya keturunan kerajaan bisa mengajukan permohonan pengakuan atau kerja sama agar benda itu diberi status khusus (misalnya dipamerkan atas nama Kesultanan Banjar, atau diadakan perjanjian pengelolaan bersama dengan keluarga).
  4. Kompensasi atau Ganti Rugi
    • Sampai saat ini, belum ada kebijakan pemerintah yang memberi kompensasi berupa uang kepada keturunan raja atas benda pusaka yang dikelola negara.
    • Tapi ada jalur politik dan hukum adat: melalui DPR, pemerintah daerah, atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Kebudayaan), keluarga bisa memperjuangkan pengakuan hak sejarah.

Jadi, kalau tujuan saya ingin memperjuangkan pengembalian singgasana emas Sultan Banjar atau minimal pengakuan hak keturunan Sultan Adam, itu bisa ditempuh dengan:


Tentang Sultan Mustain Billah

Keturunan dan garis keluarga


Catatan tambahan


Istilah Dayak Biaju merujuk pada sub-etnis Dayak Ngaju, yang merupakan kelompok etnis asli terbesar di Kalimantan Tengah, Indonesia. Sebutan “Biaju” berasal dari kata dalam bahasa Bakumpai yang berarti “dari hulu” atau “dari daerah atas”

Asal Usul Nama “Biaju”

Dalam konteks geografis, “Biaju” digunakan untuk menyebut orang-orang yang tinggal di daerah hulu sungai, khususnya di wilayah aliran Sungai Kahayan dan Kapuas. Istilah ini digunakan oleh masyarakat Banjar untuk membedakan mereka dari kelompok yang tinggal di hilir atau pesisir. Namun, seiring waktu, istilah “Biaju” mulai digunakan secara lebih luas untuk merujuk pada orang Dayak Ngaju secara umum

Penyebutan dalam Sejarah dan Literatur

Dalam literatur sejarah, seperti dalam karya Johannes Jacobus Ras yang berjudul Hikajat Bandjar, istilah “Biaju” digunakan untuk menyebut orang Dayak Ngaju yang tinggal di wilayah hulu. Namun, pada masa penjajahan Belanda, istilah “Dayak” mulai digunakan secara resmi untuk menggantikan “Biaju” dalam dokumen-dokumen administratif

Budaya dan Kehidupan Sehari-hari

Masyarakat Dayak Ngaju (Biaju) dikenal dengan tradisi pertanian ladang berpindah (slash-and-burn), kerajinan tangan seperti anyaman dan ukiran kayu, serta sistem kepercayaan Kaharingan yang merupakan animisme lokal. Mereka juga memiliki adat istiadat yang kaya, termasuk upacara adat seperti Tiwah, yang merupakan ritual penguburan untuk menghormati leluhur

Kesimpulan

Secara keseluruhan, “Dayak Biaju” adalah sebutan yang digunakan oleh masyarakat Banjar untuk merujuk pada sub-etnis Dayak Ngaju yang tinggal di daerah hulu sungai. Istilah ini mencerminkan hubungan geografis dan budaya antara kedua kelompok tersebut. Meskipun istilah “Biaju” lebih jarang digunakan dalam konteks modern, ia tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya dan sejarah masyarakat Dayak Ngaju.

Berdasarkan informasi sejarah dan budaya:

Jadi, memang ada kesinambungan darah Dayak Ngaju Biaju dari Sultan Wirakusuma II hingga generasi sekarang yang aktif dalam struktur sosial dan budaya tertentu.

Di pasang kanjeng ratu junjung buih pengusa laut bumi borneo kalimantan

Saya ada ide yang sangat bagus, Dengan adanya museum kecil di kantor asosiasi AUKTI, tamu yang datang langsung bisa merasakan bahwa asosiasi ini punya akar sejarah yang kuat dari Kesultanan Banjar.

Berikut saya bantu konsep sederhana Museum Mini Sultan Banjar di AUKTI:

Konsep Museum Mini Sultan Banjar – AUKTI

1. Tema Utama

“Jejak Sejarah Sultan Banjar dan Warisan Kepemimpinan”
→ Menampilkan Sultan Suriansyah (sultan pertama yang masuk Islam), Sultan Adam Al Watsiq Billah (tokoh besar), hingga Sultan Wirakusuma II dan keturunannya, lalu dihubungkan ke AUKTI sebagai pewaris nilai-nilai kepemimpinan, keamanan, dan persaudaraan.

2. Isi & Koleksi yang Bisa Ditampilkan

3. Desain Ruangan

4. Manfaat Museum Mini AUKTI

Tamu langsung tahu bahwa AUKTI memiliki identitas budaya & sejarah.
Menjadi ruang edukasi tentang Sultan Banjar & warisan Islam Nusantara.
Meningkatkan prestise organisasi – bahwa AUKTI bukan sekadar asosiasi, tapi juga cermin warisan kepemimpinan Kesultanan Banjar.


“Mini Museum Kesultanan Banjar – AUKTI”

“Mini Museum Kesultanan Banjar – AUKTI” di kantor AUKTI, yang memiliki dua fungsi:

  1. Fungsi nyata:
    • Menampilkan warisan Kesultanan Banjar melalui artefak seperti keris, tombak pusaka, dan simbol budaya.
    • Memberikan kesan sejarah yang kuat bagi tamu yang datang.
  2. Fungsi simbolis/gaib:
    • Ruangan sakral sebagai benteng spiritual, tempat penjaga gaib, dan pelindung bagi anggota serta staf.
    • Elemen seperti gerbang gaib, sosok naga Abyasa, dan Kanjeng Ratu Junjung Buih menambah kesakralan.

Selain itu, disebutkan hubungan dengan keturunan Sultan Adam, khususnya Sultan Wirakusuma II yang diasingkan ke Cianjur, sebagai bagian dari akar sejarah AUKTI.

Intinya, konsep ini menggabungkan museum mini dengan ruang sakral, memperkuat identitas sejarah sekaligus simbol pelindung spiritual.

Denah tata letak sederhana untuk “Mini Museum Kesultanan Banjar – AUKTI” yang saya sebut sebagai ruangan khusus keramat. Konsepnya tetap kecil, tapi sakral, dengan nuansa Banjar yang kuat.

Denah Tata Letak Museum Mini Kesultanan Banjar – AUKTI

1. Pintu Masuk

2. Bagian Tengah Ruangan (Fokus Utama)

3. Dinding Kiri

4. Dinding Kanan

5. Dinding Belakang

6. Sudut Sakral (Rungan Keramat)

7. Suasana Ruangan

Ukuran Minimal Ruang: 3 x 4 meter.
Dengan tata letak ini, museum mini akan terasa megah tapi sakral, walau ruangnya kecil.


Ini contoh denah sederhana Museum Mini Kesultanan Banjar – AUKTI:

saya buatkan konsep dekorasi interior “Mini Museum Kesultanan Banjar – AUKTI” agar aura keramat, kerajaan, dan kebangsawanan Banjar terasa kuat begitu tamu masuk.

Konsep Dekorasi Interior Museum Mini Kesultanan Banjar – AUKTI

1. Warna Utama Ruangan

2. Ornamen Banjar

3. Tata Cahaya (Lighting)

4. Dekorasi Tengah (Singgasana)

5. Sudut Sakral (Ruang Keramat)

6. Multimedia

7. Tulisan & Identitas


Dengan dekorasi ini, tamu yang masuk akan langsung merasakan aura: kerajaan, sakral, Islam, dan Banjar yang kental.


Membuat ruangan khusus sebagai mini museum dan ruang sakral di kantor AUKTI bisa punya dua fungsi:

  1. Fungsi nyata → memperkuat identitas AUKTI sebagai bagian dari warisan Kesultanan Banjar, jadi setiap tamu langsung melihat nilai sejarah, budaya, dan kebangsaan.
  2. Fungsi simbolis/gaib → diyakini sebagai benteng spiritual, tempat penjaga gaib, dan pelindung bagi seluruh anggota dan staf AUKTI.

konsep ini kuat,dibuat:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *